Lihat Semua : videografis
Limbah Medis COVID-19 Dikelola Khusus
Dipublikasikan pada 3 years ago , Redaktur: Andrean W. Finaka, Riset : Rosi Oktari / Desain : Ananda Syaifullah / View : 2.676 |
indonesiabaik.id - Pengelolaan limbah medis COVID-19 harus dilakukan dengan khusus agar tidak menjadi sumber penularan.
Limbah Medis Meningkat
Pandemi COVID-19 telah menyumbang persoalan peningkatan limbah medis di Indonesia. Saat pandemi semakin mencuat, limbah medis juga tak kalah meningkat.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat sejak awal pandemi COVID-19 yakni Maret 2020 - 4 Februari 2021, terdapat 6.417,95 ton timbulan limbah medis COVID-19.
Adapun DKI Jakarta menjadi daerah dengan timbulan limbah medis terbanyak yaitu 72,15 persen atau sebanyak 4.630,86 ton. Sementara daerah lainnya sebesar 27,85 persen. Sedangkan, 90 persen dari limbah itu merupakan bahan berbahaya dan beracun atau limbah B3.
Pengelolaan Limbah dengan Insinerator
Upaya untuk pengolahan limbah itu, khususnya Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) telah dilakukan pemerintah. Salah satunya dengan menggunakan 110 buah teknologi insinerator.
Penggunaan teknologi insenator dapat mengurangi volume dan berat limbah secara siginfikan. Tak hanya untuk mengelola sampah, namun terpenting untuk memutus mata rantai penularan COVID-19 yang bersumber dari limbah medis.
Selain hemat lahan, hasilnya dapat menjadi sumber penghasil energi listrik. Data KLHK menunjukkan sampai Februari 2021, terdapat 20 jasa pengolah limbah B3 dengan kapasitas total sebesar 384.120 kg/hari.
Proses Pengelolaan
Upaya-upaya pengelolaan limbah tak hanya fokus mengelola sampah, tapi juga memutus mata rantai penularan COVID-19 yang bersumber dari limbah medis.
Diawali dengan menyediakan sarana khusus pengumpulan medis COVID-19, kemudian dilanjutkan pembakaran di tungku pembakaran/insinerator bersuhu >800°C. Abu limbah pembakaran lalu dikemas dan dikubur di tempat khusus dengan akses tertutup.