Lihat Semua : infografis
Kawasan Aneka Cabai Meredam Fluktuasi dan Inflasi Cabai
Dipublikasikan pada 4 years ago , Redaktur: Andrean W. Finaka, Riset : Siap Bangun Negara / Desain : M. Ishaq Dwi Putra / View : 3.600 |
Indonesiabaik.id - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Januari 2020 sebesar 0,39 persen. Inflasi tersebut secara umum disebabkan oleh kenaikan harga pada beberapa komoditas seperti cabai merah, cabai rawit, ikan segar serta kelompok tembakau yaitu rokok.
Secara umum, inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya sebagian besar indeks kelompok pengeluaran, yaitu kelompok makanan, minuman, dan tembakau sebesar 0,41 persen. Nah, komoditas cabai jadi penyumbang terbesar inflasi kelompok ini, yaitu 0,13 persen untuk cabai merah dan 0,05 persen untuk cabai rawit.
Perlu diketahui, pada Januari 2020 di Jabodetabek berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis DKI Jakarta, rata-rata harga cabai rawit merah Rp91 – 93 ribu per kilogram, atau dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan situasi awal Desember 2019 yang masih berkisar Rp42 ribu/kg. Sementara harga cabai merah besar naik dari Rp39 ribu/kg menjadi Rp87 ribu/kg selama dua bulan terakhir.
Selain kemarau panjang tahun lalu, banjir di sejumlah daerah awal tahun ini dituding jadi penyebab mundurnya jadwal tanam dan panen cabai. Akibatnya, pasokan cabai ke pasar terganggu. Akan tetapi, terlepas dari faktor itu, sejatinya pemerintah belum pernah terlihat benar-benar berhasil mengatasi problem fluktuasi pasokan dan harga cabai.
Kenyataan ini membuktikan bahwa pengaturan jadwal tanam belum terbukti hasilnya. Produksi komoditas ini juga masih terbelenggu oleh problem ketimpangan antarwaktu dan antarwilayah. Tahun lalu, misalnya, produksi cabai merah oleh Kementerian Pertanian diproyeksikan mencapai 1,12 juta ton. Angka itu semestinya cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan kebutuhan industri yang diperkirakan mencapai 1 juta ton. Pun produksi cabai rawit yang diproyeksikan mencapai 986 ribu ton semestinya cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan kebutuhan industri yang totalnya 882 ribu ton.
Akan tetapi, selain antarbulan, produksi antarwilayah pun timpang. Selama kurun 2011-2015, misalnya, 59,33 persen produksi cabai rawit hanya berasal dari tiga provinsi, yakni Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Sedangkan 55,57 persen produksi cabai merah selama kurun waktu tersebut berasal dari Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sumatera Utara.
Kenyataan lain yang mestinya jadi pertimbangan adalah situasi harga tak pernah patuh pada aturan tentang harga acuan. Oleh karena itu, ketimbang sibuk mengatur di hilir, pemerintah perlu fokus membenahi produksi di hulu agar ketimpangan antarwaktu dan antarwilayah teratasi.
Intervensi pemerintah dimulai dengan rencana kebijakan baru. Tahun 2020, Kementerian Pertanian mulai mengembangkan kawasan aneka cabai di sejumlah daerah yang terhubung koperasi. Kawasan dengan total luas 13 ribu hektar itu tersebar di 328 kabupaten/kota di 33 provinsi. Pengembangan kawasan bisa mencapai luasan 200 hektar dalam suatu daerah.
Terkait operasionalisasi kawasan aneka cabai, Kementan bakal bekerja sama dengan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah untuk membentuk koperasi di kawasan cabai. Koperasi ini nantinya akan mengurus dari hulu hingga hilir sehingga petani tidak lagi terjebak tengkulak dalam rantai pasok cabai. Pun koperasi ini juga akan membantu permodalan petani melalui kredit hingga memasarkan hasil panen petani.