Lihat Semua : infografis
Bahasa Daerah yang Terancam Punah
Dipublikasikan pada 6 years ago , Redaktur: Andrean W. Finaka, Riset : Siap Bangun Negara / Desain : Gemawan Dwi Putra / View : 46.222 |
Indonesiabaik.id - Keragaman bahasa daerah adalah salah satu ciri khas Indonesia. Namun walau memiliki ratusan bahasa daerah, ternyata ada beberapa diantaranya yang berada dalam kondisi kritis atau sangat terancam punah. Hal itu disebutkan dalam penelitian untuk pemetaan dan pelindungan bahasa daerah di Indonesia yang dilaksanakan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sejak 1991-2017.
Disarikan dari data hasil penelitian tersebut bahwa setidaknya terdapat 4 bahasa daerah di Indonesia yang kondisinya kritis atau sangat terancam. Keempat bahasa tersebut adalah Bahasa Reta di Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur. Lalu Bahasa Saponi di Kabupaten Waropen, Papua. Kemudian Bahasa Ibo di Kabupaten Halmahera Barat, serta Bahasa Meher di Pulau Kisar, Maluku.
Dari laporan penelitian ini berikutnya, disebutkan setidaknya ada 18 bahasa daerah yang berada dalam kondisi terancam punah. Pembagiannya yaitu sebanyak 9 bahasa daerah di Papua (Mander, Namla, Usku, Maklew/Makleu, Bku, Mansim Borai, Dubu, Irarutu, Podena), 4 bahasa daerah di Sulawesi (Ponosakan/Ponosokan, Konjo, Sangihe Talaud, Minahasa/Gorontalo).
Kemudian ada 2 bahasa daerah di Sumatra yang berada dalam kondisi terancam punah yakni Bahasa Bajau Tungkal, dan Bahasa Lematang. Berikutnya ada juga 2 bahasa daerah di Maluku yang terancam punah yaitu Bahasa Hulung, serta Bahasa Samasuru. Dan satu (1) bahasa daerah selanjutnya yang terancam punah ialah Bahasa Nedebang di Nusa Tenggara Timur.
Lewis et al., (2015) berpendapat bahwa ada dua dimensi dalam pencirian keterancaman bahasa, yaitu jumlah penutur yang menggunakan bahasanya serta jumlah dan sifat penggunaan atau fungsi penggunaan bahasa. Suatu bahasa dikatakan terancam apabila semakin sedikit masyarakat yang mengakui bahasanya dan, oleh karena itu, bahasa itu tidak pernah digunakan ataupun diajarkan kepada anak-anak mereka. Selain itu, suatu bahasa dikategorikan terancam punah jika bahasa itu semakin sedikit digunakan dalam kegiatan sehari-hari sehingga kehilangan fungsi sosial atau komunikatifnya.
Adapun UNESCO pada 2003 menggolongkan enam (6) tingkat keadaan bahasa berdasarkan penilaian vitalitas atau daya hidup bahasa. Dua diantara tingkatan itu adalah terancam dan sangat terancam. Bahasa yang terancam disebut akibat anak-anak tidak lagi menggunakan bahasanya di rumah sebagai bahasa ibu. Sedangkan bahasa yang sangat terancam karena bahasa itu hanya digunakan antargenerasi tua, tetapi tidak kepada anak-anak.