Lihat Semua : infografis
Perjalanan Panjang Divestasi Freeport
Dipublikasikan pada 6 years ago , Redaktur: Andrean W. Finaka, Riset : Abror Fauzi / Desain : Septian Agam / View : 8.299 |
Indonesiabaik.id - Saat ini Pemerintah Republik Indonesia telah berhasil melakukan divestasi atau mengambil kepemilikan saham PT Freeport Indonesia (PTFI) dari Freeport McMoRan dan hak Partisipasi Rio Tinto sebesar 51 persen melalui PT Indonesia Asahan Aluminium (INAHUM).
Rencana divestasi yang dilakukan pemerintah dengan Freeport sudah belangsung sejak lama. Semua bermula pada tahun 1967, saat Freeport dan pemerintah menekan Kontrak Karya, dengan masa berlaku sampai 30 tahun. Dari kontrak ini, Freeport McMoRan memiliki saham 90,64 persen dan pemerintah hanya memiliki saham 9,36 persen. Freeport kemudian memperpanjang Kontrak Karya II di tahun 1991 dan berlaku untuk 30 tahun ke depan.
Pada tahun tersebut, dimulailah proses divestasi yang dilakukan oleh pemerintah. Dalam Kontrak Karya II, pasal 24 mengatur jelas bahwa perusahaan penambang mineral wajib melepas sahamnya ke pemerintah Indonesia sebanyak dua tahap. 9,36 persen dalam kurun waktu 10 tahun sejak kontrak ditekan dan selanjutnya nenawarkan 2 persen per tahun sampai mencapai 51 persen.
Proses divestasi sempat berantakan takkala Presiden Soeharto menerbitkan Peraturan Presiden (PP) No. 20 Tahun 1994, dimana aturan tersebut perusahaan asing bisa memiliki saham hingga 100 persen dan diperbolehkan membeli saham perusahaan yang sudah didirikan dalam rangka penanaman modal dalam negeri. Padahal saat itu perusahaan swasta nasional PT Indocopper telah membeli saham Freeport sebesar 9,36 persen.
Kemudian sejak tahun 2010, di pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan PP No. 23 Tahun 2010 dimana ada kewajiban divestasi sebesar 20 persen sampai pada PP 1 Tahun 2017 kewajiban divestasi mencapai 51 persen.