Lihat Semua : infografis
Tantangan Besar Membangun SDM Unggul
Dipublikasikan pada 3 years ago , Redaktur: Andrean W. Finaka, Riset : Siap Bangun Negara / Desain : Abdurrahman Naufal / View : 4.017 |
Indonesiabaik.id - Rencana prioritas pemerintah dalam membangun sumber daya manusia (SDM) unggul menghadapi berbagai tantangan besar. Karena walaupun ada perbaikan di sejumlah sektor, namun hingga kini capaian sejumlah indikator menuju SDM unggul masih rendah.
Salah satu indikator yang terus berusaha ditingkatkan adalah prevalensi stunting (tengkes/kerdil). Pemerintah menetapkan target menurunkan prevalensi stunting dari 27,67 persen pada 2019 hingga menjadi 14 persen pada 2024.
Berbagai pihak, salah satunya BKKBN memiliki peran aktif dalam upaya menurunkan prevalensi stunting lintas instansi. Sejumlah program, khususnya di bagian hulu, bakal dilakukan oleh BKKBN dalam fokus mereka menurunkan prevalensi stunting di Indonesia.
Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengingatkan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) ikut berkontribusi dalam menurunkan angka prevelensi stunting (anak kerdil) di Indonesia. Menurut Ma'ruf, peran BKKBN diperlukan untuk menyukseskan program pemerintah menurunkan angka stunting hingga 14 persen.
Ini tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, pemerintah telah menetapkan target ambisius untuk menurunkan prevalensi stunting sampai pada angka 14 persen pada akhir tahun 2024.
"Ini bukan merupakan pekerjaan yang mudah, butuh kontribusi dan kerja keras dari semua pihak termasuk melalui pelaksanaan program Keluarga Berencana dengan segala dimensinya," ujar Ma'ruf saat memberi sambutan dalam Rakernas BKKBN di Kantor BKKBN, Halim, Jakarta, (12/2/2020).
Ma'ruf mengatakan, meski terjadi penurunan prevalensi balita sunting dari 37,2 persen pada 2013 menjadi sebesar 27,6 persen pada 2019, tapi angka prevalensi stunting saat ini masih tinggi. Ini karena hampir satu dari tiga anak balita mengalami stunting.
Karena itu, Ma'ruf berharap, agar BKKBN bisa bekerja keras dalam melakukan sosialisasi dan bimbingan kepada masyarakat terkait pencegahan stunting. "Saya kira BKKBN harus bekerja keras melakukan sosialisasi ke dalam masyarakat, memberikan bimbingan dan memanfaatkan pendamping yang ada 1,2 juta itu secara efektif dan kita harapkan akan bisa mempercepat proses penurunan stunting ini," katanya.
Dia menilai, peran program Keluarga Berencana semakin dibutuhkan mengingat banyaknya tantangan dalam masalah kependudukan saat ini. Selain persoalan stunting, pembangunan keluarga juga masih harus berhadapan dengan beberapa persoalan yang membutuhkan perhatian serius seperti angka kematian ibu melahirkan, angka kematian bayi, dan imunisasi.
Angka Kematian Ibu melahirkan di Indonesia masih berkisar 305 per 100 ribu kelahiran hidup, jauh tertinggi dibandingkan dengan negara ASEAN lain yang berkisar pada 40 sampai 60 per 100 ribu kelahiran hidup. Sementara, angka kematian bayi (AKB) kurang dari 1 tahun di Indonesia juga masih tinggi yaitu 24 per 1.000 kelahiran, jauh di atas angka di Malaysia sebesar 6,7 per 1.000 kelahiran, dan di Thailand 7,8 per 1.000 kelahiran.
"Untuk itu, saya meminta agar seluruh jajaran BKKBN dalam rangka membangun keluarga sejahtera dapat menjadikan upaya percepatan penurunan prevalensi stunting sebagai prioritas," ujar Ma'ruf. Rapat Kerja Nasional (Rakernas) BKKBN yang bertajuk “Banggakencana dalam Era Milenial untuk Indonesia Maju, Sejahtera dan Berkeadilan” juga dihadiri Menteri Koordinator bidang PMK Muhajir Effendi dan Menteri PPPA.
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam laporannya memastikan, jika program bangga kencana mampu dijalankan dengan baik di seluruh tingkatan wilayah, sehingga keluarga berkualitas dan pertumbuhan penduduk yang seimbang dapat terlaksana.