Lihat Semua : infografis

Kolaborasi Turunkan Stunting


Dipublikasikan pada 3 years ago , Redaktur: Andrean W. Finaka, Riset : Siap Bangun Negara / Desain : Abdurrahman Naufal /   View : 6.429


Indonesiabaik.id   -   Data tim PBB untuk Anak-anak, WHO dan Bank Dunia 2019 mencatat sekitar 50 persen dari 10 juta kematian per tahun di dunia disebabkan kurang zat gizi mikro, yang mana juga merupakan salah satu dari penyebab stunting/tengkes. Tidak terpenuhinya asupan gizi sesuai kebutuhan tubuh atau malnutrisi membawa manusia pada kerentanan, antara lain mudah sakit, kemampuan kognitif rendah, kesehatan reproduksi buruk, dan risiko produktivitas menurun di masa depan, yang mana secara umum akan menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan, dan memperlebar ketimpangan. 

Tentu saja hal itu kontraproduktif dengan rencana kerja dan prioritas pemerintah untuk mewujudkan Indonesia menjadi negara maju pada 2045. Stunting akan mengakibatkan terhambatnya cita-cita Indonesia menjadi bangsa yang memiliki sumber daya manusia unggul. Karenanya pemerintah berkomitmen menurunkan prevalensi stunting di Indonesia, paling tidak hingga 2024 mencapai 19 persen, yakni di bawah standar prevalensi stunting yang ditetapkan WHO.

Stunting atau kondisi gagal tumbuh pada anak menjadi persoalan serius di Indonesia karena terkait dengan kualitas dan pembangunan sumber daya manusia (SDM) dalam jangka panjang. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar 2018, prevalensi stunting balita di Indonesia sebesar 30,8 persen. Berkat upaya keras berbagai pihak, prevalensi stunting di Indonesia mampu diturunkan menjadi 27,67 persen pada 2019.

Namun angka itu masih berada di bawah prevalensi stunting standar WHO yang mencapai 20 persen. Untuk itu pemerintah masih harus bekerja keras lagi mengupayakan penurunan prevalensi stunting di masa depan. Target yang dicanangkan adalah 14-19 persen pada 2024.

Sebanyak 23 kementerian dan lembaga pun berkolaborasi untuk percepatan pencegahan stunting di Indonesia. Lima pilar pencegahan stunting diputuskan, yaitu komitmen dan visi kepemimpinan; kampanye nasional dan komunikasi perubahan perilaku; konvergensi, koordinasi, dan konsolidasi program pusat, daerah, dan desa; ketahanan pangan dan gizi; serta pemantauan dan evaluasi.

Saat ini, intervensi pencegahan stunting dilakukan di kabupaten atau kota lokus stunting sesuai yang ditetapkan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Pada 2019 terdapat 160 kabupaten/kota lokus. Pada 2020 akan terdapat 260 kabupaten/kota prioritas. Pada 2024, kelas 514 kabupaten/kota yang ada di seluruh Indonesia melaksanakan upaya pencegahan stunting dengan target prevalensi stunting turun di bawah 20 persen.

Secara umum, upaya pencegahan stunting dibagi ke dalam intervensi gizi langsung (spesifik) dan intervensi gizi tidak langsung (sensitif). Intervensi gizi spesifik adalah yang dilakukan sektor kesehatan. Misalnya melalui pemberian makanan bagi ibu hamil dan kelompok miskin, promosi dan konseling menyusui, pemantauan pertumbuhan, tata laksana gizi buruk akut, dan suplementasi tablet tambah darah.

Sementara itu, intervensi sensitif dilakukan oleh sektor non-kesehatan yang berdasarkan Peraturan Presiden saat ini dilakukan oleh 23 kementerian/lembaga, antara lain, Kementerian PUPR, Kementerian Sosial, Kementerian Pertanian. Bentuknya antara lain peningkatan penyediaan air minum dan sanitasi, peningkatan akses pelayanan gizi dan kesehatan, peningkatan kesadaran dan praktik pengasuhan serta gizi ibu dan anak, serta peningkatan akses pangan bergizi. Masing-masing sektor melakukan intervensi sesuai dengan bidang dan kewenangannya.



Infografis Terkait